Kamis, 04 Agustus 2011

TeenLit : He Is More Than My BROTHER!!!

Syut…Dap…Dap… Suara bola basket yang sudah mulai mendekati ring. Yaap… Akhirnya masuk…
Semua siswi cewek SMA Rich Internasional  yang menonton pertandingan itu langsung meneriakkan nama  “D.A.V.A”…
“Dava…Dava…Dava…” dengan nada histeris.
Pertandingan pun selesai dan pemenangnya tentu saja diraih oleh SMA Rich Internasional, berkat bola terakhir Dava Revarjes itu.  Semua orang memujinya, dan terus meneriakkan namanya. 
Dap.dap.dap. Suara langkah kaki Ayumi mulai mendekati lapangan dan menghampiri Dava. Semua cewek yang ada di lapangan itu tiba-tiba saja hening dan heran melihat kejadian itu.
“Apa-apaan anak itu mendatangi Dava?”
“Huuuh, seenaknya saja!” Celoteh para  cewek-cewek itu.
Ayumi  Cheliva, disapa Ayumi.  Dia menganggap Dava sebagia kakaknya dan dia adalah adiknya. Yah, gag apa-apa sih, soalnya Dava juga mengakuinya.
“Ada apa, Mii?” tegurnya Dava memulai.
“Eh, ini, tadi aku membuat cemilan waktu di Klub Masak. Cobain deh!” menyodorkan kuenya.
Syuuut… Tiba-tiba saja ada tangan lain yang menyabotase kuenya.
Hauup. Mengernyit.
“Heii, Ravii…!!!” dengan nada tinggi.
“Gag enak!” ungkap Ravii to the Point.
“Lo bikinnya gag niat yah? Lo bahkan gag bisa bikin cemilan segampang ini! Sudah gosong, rasanya pahit pula”  komentarnya menusuk.
Ternyata Ravie Alexandro ini adalah teman masa kecil Ayumi yang sangat dia benci karena lagaknya yang sok banget.
“Jahat banget Lo! Gag perlu ngomong sampai segitunya kali!” tunduknya sambil meringis.
“Ayumi…” gumam Dava perlahan seolah tidak tega.
“Kamu sudah berusaha… Enak kok..!!!” puji Dava dengan senyuman manisnya itu.
Dengan reflex Ayumi memegang tangan Dava.
“Aku paling suka sama kakak. Beda banget sama Ravii… Huuhh…”
Padahal aku cuman ngomong terus terang” Bisik Ravii dalam hati.
“Dav, Ayo kita latihan Shoot lagi, daripada sama anak ingusan ini!” sambil memegang kepala Ayumi dan menggesernya menjauh.
“Apa kau bilang???? Anak ingusan???? “
“Sudahlah, ayo Dav!”
“Kalaupun Lo berlatih sekeras dan sesering apapun itu, Lo gag akan bisa jadi sehebat KAKAK!!!” tukasnya geram.
“Dava, ayo cepat pergi! Tinggalkan cewek Brother Complex itu…”
“RAVII… AKU BENCI PADAMU” teriaknya.
Di kelas.
“Apa yang harus ku lakuakan? Aku gak ngerti sama sekali presentasi hari ini.” Dengan sangat terpaksa, Ayumi gak bisa pulang dulu.
“Hmmm, Kakak masih ada gak ya!?” berjalan menuju lapangan indoor sekolah.
Dap.Dap.Dap. Ada suara dari lapangan. 
RAVII”  sentaknya dalam hati.
“Padahal sudah gak ada siapa-siapa. Latihan sendirian. Ravii yang ituu……” komentnya dalam hati.
Ayumi mulai mengingat kata-kata yang  tadi ia lontarkan kepada Ravii.
Kalau Ravii, latihan juga percuma!”
“Aku sudah keterlaluan. Habis aku gak tahu kalau dia berusaha sampai seperti ini…” sesal Ayumi.
“Akh, panas!” terang Ravii sambil melapaskan bajunya.
“Dia Lepas Baju!” sentak Ayumi spontan.
Ravii pun mendengar itu dan membalik ke arahnya sambil memakai bajunya kembali.
“Dasar mesum” ejek Ravii.
“Bu..Bukan!! Gue nyari kakak, bukan lo!!”
“Dava udah pulang dari tadi.”
“Eh, Bohong!” teriaknya.
Gimana nih, aku gak bisa pulang dong!” gumamnya dalam hati.
“Hei, bukankah itu presentasi hari ini? Mau ku ajari??” tawar Ravii.
“Apa?? Tapi lo gak meyakinkan!!” dengan nada kaget.
“Lo gak berhak nolak niat baik orang!!!”
Eh, aneh! Jangan-jangan alasan Ravii mengajariku cuman ingin mengerjai ku saja!” pikirnya dalam hati.
 "Oi cewek bodoh!"
Kata-kata itu sontak membuyarkan pemikiran Ayumi.
"Hitungannya salah, makanya jawabannya jadi aneh." jelas Ravii.
"Lho!?" sebuah pertanyaan kecil dalam hati Ayumi.
"Uh, padahal konsepnya sudah benar!" lanjut Ravii menjelaskan.
"Ternyata dia benar mengajari ku." menatap wajahnya.
"Apa sih. Lihat muka orang seperti itu!" sahutnya malu.
"Ah, gak!"
"Habis beda dari biasanya. Pandangan ku tentang Ravii, jadi sedikit berubah."
"Lagi-lagi hitungannya salah. Memangnya kamu anak SD yah??? Makanya jangan melamun terus." 
Keesokan paginya.
Pagi-pagi Ayumi sudah berdiri di belakang pintu masuk lapangan indoor.
Tiba-tiba.

"Apa yang kamu lakukan?" dengan nada jaim.

"Lagi cari kakak mu yah, Brother Complex?" 

"Bu..Bukan!!!"
Ayumi lalu meyodorkan sebuah bingkisan kue tepat di depan Ravii.
"Apa ini!? Sampah !?"
"Bukan. Itu Cup Cake tau!!!"
"Itu sebagai balasan yang kemarin."
"Untuk ku!?"
"Sepertinya gak enak!!!"
"Ravii...Kalau kamu gak mau kembalikan saja!!"
"Ehh..."
Tiba-tiba jantung Ayumi berdegup kencang, seolah perasaan ituu baru pertama kali dia rasakan.
Lhoo!! Ada apa dengan Ayumi...
Dia terus menatap lekat-lekat Ravii yang sedang membuka bungkusan kue dari Ayumi.
Jangan-Jangan....
"Ku terima deh, walaupun bentuknya aneh!"
"Dia menerimanya dengan senang." tegurnya dalam hati.
"Hmm... Iya!" senyum Ayumi.
"Ravii sepertinya orang yanng baik." perbandingan sifat. 
Tiba-tiba saja, wajah Ayumi dan Ravii berdekatan.
Seakan jantung Ayumi ingin copot melihat senyumannya.
Wajah Ravii pun semakin lama semakin dekat.
Matanya yang indah. Bibirnya yang tipis. Hidungnya yang mancung. Membuat Ayumi semakin degdegan.
Apa ini? Tidak mungkin.
"Hei Ayumi... Aku..."
Deg.deg.deg.deg.deg.
"Aku menemukan kakak mu!"
"Haah??"
Sontak Ayumi terkejut.
Ia menjatuhkan bungkusan yang berada di tangan kirinya.
"Kau membuat satu lagi ya!?"
"Iya, ini untuk kakak!"
"Itu dia Dava."
Byuuuzzzz.. Dengan secepat kilat Ayumi menaiki tangga dan mengejar Dava.
Sementara itu, Ravii...
"Dasar!"
"Anak itu... Kapan lulus dari Brother Complexnya??"
Sepulang sekolah.
"Kamu juga baru pulang sekolah?"
Tiba-tiba terdengar suara dari arah belakang Ayumi.
"Hah. Ravii !"
"Tumben sekali gak bareng kakak tersayang mu??"
"Hahahha... Habis hari ini hari ulang tahun Kakak."
"Karena itu aku mau beli hadiah dulu."
"Aku ikut yah!"
"Eh, gak usah! Kamu pasti akan menggangguku."
"Bukan" sambil mengelus kepala dan mengacak rambut Ayumi.
"Sekarang sudah sore. Bahaya kalau cewek jalan sendirian."
"Lho! Kenapa tiba-tiba aku deg-degan lagi? Aneh sekali." gumam Ayumi dalam hati.
Ayumi hanya terkejut.
"Karena Ravii yang biasanya mengataiku. Ravii yang biasanya mengerjaiku. Kenapa tiba-tiba dia baik padaku???" tanya hatinya.
Sesampainya di toko hadiah. Ayumi pun mulai berkeliling untuk melihat dan mencari hadiah yang terbagus dan terkeren untuk sang kakak, Dava.
"Ini dia..." ucapnya senang.
"Lihat Ravii, baguskan???"
Ayumi memperlihatkan sebuah kalung dengan aksesoris berbentuk salib kepada Ravii.
"Demi untuk membeli ini, aku rela gak jajan atau beli baju baru nih!" jelasnya.
Syuut. Ravii merebut kalung itu dari Ayumi.

"Jangan beli yang ini!"
"Pilihan mu jelek. Gak akan cocok dengan Dava. Pilih yang lain saja!"
"Pokoknya aku mau beli yang itu!!!" 
Ayumi mulai mencoba merebut kalung itu dari tangan Ravii.
Ia terus mencoba dan mencoba. Hingga tanpa sadar ternyata seisi toko sudah menolehkan kepalanya ke arah mereka berdua.
"Iya.Iya. Tenang sedikit Ayumi!"
"Kalau kakak, pasti tidak akan jahat kayak kamu!" dengan kepala menunduk.
Ravii terdiam sejenak meilihat Ayumi.
"Maaf ya..."
Ayumi mengangkat kepalanya dan ternyata wajah mereka kembali berdekatan.
Ayumi sontak terkejut dan mulai berdebar lagi.
"Aku bukan kakak mu. Kalung ini aku yang beli."
"Kenapa dia... Kenapa melakukan hal yang keterlaluan seperti ini!?" tanyanya dalam hati.
"Padahal pandangan ku terhadap Ravii...Sudah berubah sedikit.."
"Padahal aku sudah senang dengan kebaikan Ravii.."
"Aku benci...Aku benci... Raviii..."
Ravii pun meninggalkan toko dan juga Ayumi.
Dengan penuh rasa bersalah ia berjalan menyusuri sepanjang jalan kota yang sedang di turuni hujan.
Ia membawa kalung itu.
Ia terus berjalan dan berjalan tanpa tahu arah dan tujuan.
Sementara itu...
Ayumi yang sudah berada di rumah Dava menyerahkan kado ulang tahun yang ia berikan pada kakaknya.
"Kakak... Selamat Ulang Tahun..." dengan nada terbata-bata.
"Ada apa Ayumi??"
"Sebenarnya aku mau memberi  hadiah yang lebih bagus. Tapii.... " dengan mata berkaca-kaca.
"Barang yg ku terima dari Ayumi, apapun itu, aku pasti akan senang menerimanya." hibur Dava.
"Aku memang sangat menyukai Kakak!" ungkapnya dalam hati. "Beda banget sama Ravii." bandingnya.
Tiba-tiba ia melihat sebuah kalung yang sedang begelantungan di leher Dava yang ternyata sama persis dengan kalung yang ingin Ayumi berikan kepada Dava, namun di rebut oleh Ravii.
"Kak itu... Kalung itu...!?" 
"Aah, ini... Aku beli setelah pertandingan waktu itu."
"Masa sih! Sa...saat itu... apakah ada Ravii??"
"Eh, Iya ada kok!"
Tersentak Ayumi saat mendengar pernyataan Dava baru saja.
"Aah. Makanya Ravii melarangku membelinya. Tapi aku malah berpikiran buru ktentang Ravii." sesalnya dalam hati.
"Kakak... Aku...Mau pergi minta maaf pada Ravii!"
Ayumi pun berlari keluar rumah dan pergi mencari Ravii.
"RAVII... Sedang ada diamana ya?"
"Rumah!? Minimarket!?"
Saat Ayumi berhenti mencari dan pulang kerumah, ternyata...
"Ada...Ketemu akhirnya..."
"R.A.V.I.I" teriak Ayumi.
Ravii ternyata sudah berdiri menunggu di depan pagarAyumi. 
Ravii pun mulai mendekati Ayumi dan mereka saling berpandangan dengan keadaan hening.
"Aku bermaksud mengembalikannya."
"Maaf." lanjut Ravii.
"Kenapa!? Padahal harusnya aku yang minta maaf, eh malah Ravii yang minta maaf." 
Air mata Ayumi pun mulai menetes.
Ayumi menyesal sudah mengira Ravii yang tidak-tidak.
"Hei kamu jangan nangis!!! Kan sudah ku bilang akan ku kembalikan!!"
"Sudah..Jangan menangis lagi!" Ravii mengelus kepala Ayumi.
"Tangan Ravii...Tidak lembut seperti kakak... Sedikit menakutkan, tapi terasa hangat dan kuat..." gumamnya dalam hati.
"Aku gak benci dia..."
"Ravii... Maaf..."
"Tadinya ku pikir kamu hanya ingin membuatku kesal, tapi sebenarnya kamu lakukan itu untukku."
"Aku sudah salah paham terhadap Ravii."
"Ravii, mulai saat ini kita janagn bertengkar lagi ya!"
"Kita jadi teman baik ya sekarang, Vii!"
"Aku Gak Mau!" tegas Ravii
Ayumi kaget dan menjadi bingung mendengar kata-kata Ravii.
Dia maunya apa???
"Aku gak mau jadi teman!!! Yang benar saja dong cewe' Brother Complex!!"
"Aku... Suka Padamu...!!"
"Aah, Bohong!! Tadi Ravii bilang Aku Suka Padamu....."
"Suka dengan ku...."
"Suka...."
Jantung Ayumi kembali deg.degan lagi saat mendengar pernyataan suka dari Ravii.
Perasaan ini sama sekali tidka pernah Ayumi rasakan meskipun bersama kakak yang ia sukai itu.
"Kau tidak perlu menjawabnya sekarang. Masuklah, hari sudah gelap dan dingin. Aku juga ingin pulang."

Ravii pun berlalu dari hadapan Ayumi yang masih saja kagen mendengar ungkapan Ravii tadi.
Ia bingung harus berkata dan berbuat apa sekarang.

Besoknya di kelas Ayumi.
Hari ini akan diadakan rapat kelas sebagai penentuan siapa yang akan mewakili kelas dalam pertandingan olahraga.
"Pertama-tama..." ketua kelas membuka rapat.
"Aku...Mau main basket." Ayumi mengajukan diri.
"Karena kalau Basket aku bisa minta kakak mengajari ku."
Karena di kelas Ayumi basket terlalu banyak peminatnya, maka diputuskan untuk memilih ping pong saja.
"Tapi gak apa-apa. Asalkan bisa menjadi juara satu di ping pong, aku akan bisa berdiri dipodium yang sama dengan kakak!" khayalnya.
"Baiklah aku akan latihan intensif! Semangat!!!"
Kyaa... Ayumi mulai menservis bola...
Tapi ternyata dia memang tidka terlalu berbakat dalam hal ping pong.
Di samping lapangan ping pong, ada juga lapangan basket.
Dimana saat itu Ravii sedang latihan basket seorang diri.
"Hebat yah Ravii!" puji siswa cewek yang melihatnya latihan. 
Sementara itu, Ayumi yang melihat Ravii kini kembali lagi deg degan.
Ia tidak mengerti.
"Ah... Raviii..."
Syuuut...
Ravii melakukan 3 poin dengan indahnya.
Membuat semua para gadis yang melihatnya menjadi kagum dibuatnya.
"Ravii... Aku gak tahu ternyata dia sangat populer..."
"Ravii yang seperti itu bilang suka padaku..."
Tanpa sengaja ternyata Ravii tahu kalau Ayumi juga sedang memandanginya latihan.
"Apa lihat-lihat?!" tegur Ravii
Muka Ayumi sontak memerah melihat Ravii yang berdiri didepannya di batasi sebuah pagar kawat penghalang.
"Bukan, Aku bukannya melihat Ravii. Tapi sedang latihan ping pong."
Karena salah tingkahnya, Ayumi pun sembarang melakukan gerakan ping pong.
"Pose apa itu?? Payah!!" komentar siswi-siswi yang melihatnya.
"Anak itu adiknya Dava loh!"
"Gak mirip smaa sekali." rumpi para siswi itu.  
"Benar aku memang adiknya, walaupun payah dalam ping pong. Tapi..."
"Tidak perlu di tertawai sampai seperti itu dong!!" sahut Ravii membela.
Ravi lalu memegang tangan Ayumi dan mengajarinya cara memegang bet yang baik dan benar.
"Posisi jempolnya disini nih... "
"Jangan-jangan kamu mau jadi pemenang lalu berdiri di podium yang sama dengan Dava yah?!" tuturnya dengan senyuman.
"Beneran yah! Dasar kamu ini!" lanjut Ravii.
"Hei, Ravii.. Tadi kamu bermaksud menolong ku yah?!"
"Sudahlah, ayo kita latihan, gadis bodoh!"
"Huuh. Kata-katanya menyebalkan lagii!!"
"Aduh, kamu ini gak ada bakat ping pong sama sekali yah??? Dari tadi miss terus!!"
"Menyerah saja..."
"Gak mau... Aku pasti menang dan menjadi juara 1." dengan tekad yang kuat.
"Kamu... Kalau sudah menyangkut Dava, rela berjuang mati-matian bahkan untuk hal yang mustahil sekalipun. Yah kan?"
"Sisi itulah yang kusukai darimu, Ayumi."
"Perasaan Ravii... Menusuk hatiku..."
"Sakiit...namun mendebarkan... "
Bruuggg... Sebuah bola pingpong tepat mengenai jidat Ayumi.
"Aduh, sakit tahu!!!"
"Hei,  makanya jangan bengong dong, mau latihan gak sih kamu?!"
Kemudian pada hari pertandingan. 
"Ping pong putri, pertandingan pertama dimulai!" kata sang wasit.
Pertandingan pertama ini, Ayumi harus melawan Vina, Ketua Klub Ping Pong Putri.
"Apa yang harus kulakukan, kalau seperti ini mana bisa jadi juara?!"
"Bodoh." Ravii mengelus kepala Ayumi.
"Kenapa jadi gak percaya diri? Bukankah kamu ingin menjadi juara satu bersama Dava?"
"Iyah, aku akan berjuang dengan sekuat tenaga!"
"Habis, selain itu Ravii juga sudah mau mengajariku yang payah ini." sambungnya dalam hati. 
Pertandingan pun dimulai.
Servis yang dilakukan Ayumi memang sangat lamban dan berhati-hati sekali.
Tapi akhir dari pertandingan pertama ini adalah...
"Ayumi Cheliva, pemenangnya." sahut wasit dari microphone.
Karena terlalu aneh, maka bolanya sampai gak kepukul.
"Berhasil... Aku menang..." teriak Ayumi menuju Ravii.
Tanpa sadar Ayuni dan Ravii melakukan HighFive.
"Ini berkat ajaran Ravii..." dengan penuh semangat dan senyuman.
Tiba-tiba saja, tangan Ravii memegang tangan Ayumi...
Lalu ia berkata dengan serius.
"Aku juga akan menang dari Dava dan mendapat juara 1. "
"Gak ada cara lain aku harus menang dari Dava."
"Karena aku gak bisa jadi nomor 1 untukmu, Ayumi."
"Dasar Ravii... Mana mungkin bisa menang dari kakak!!"
"Kalau kalah, aku akan menyerah tentang dirimu, Ayumi."
"Kalau Ravii kalah, akan menyerah tentang diriku. Kalau kalah...Gak akan suka lagi padaku..." kata-kata itu terus membayangi Ayumi.
Ayumi lalu bertemu dengan Dava di koridor sekolah.
"Ayumi hebat sekali. Sampai babak final..." puji Dava.
Ayumi tiba-tiba saja tidak menghiraukan dan menggubris kata-kata Dava.
Ia berjalan serius dengan sebuah pemikiran.
Ada apa dengan Ayumi..???
"Padahal biasanya dari jarak 100 meter saja, dia sudahbisa mendengar ku!" bingung Dava dalam hati.
"Ayumi, apa yang kau lakukan serius sekali?"
Dava pun memperhatikan arah pandangan Ayumi. Ternyata...
"Pertandingan Ravii yah..."
"Aah, tidak kak!!" Ayumi sudah mulai tersadar.
Setelah ini, final pertandingan basket akan dimulai.
"Aku... Padahal dalampertandingan olahraga ini ingin menang bersama kakak. Tapi, aku gak bisa melepaskan pandangan ku dari Ravii..." timbang Ayumi dalam hati.
Pertandingan pun dimulai.
Ayumi menonton pertandingan itu dari atas balkon lapangan.
Ia terus saja memperhatikan Ravii...
Begitupun Ravii, ia berusaha sekuat tenaganya untuk bisa melewati Dava.
Dan ternyata berhasil. 3 point ternyata berhasil di dapatkan Ravii dengan melewati Dava.
Ravii lalu berbalik arah dan menghadap pada Ayumi sebagai tanda bahwa Ravii mempersembahkan bola tadi kepada Ayumi.
"RAVII, bisa melewati Dava..."  seolah tidak percaya.
Namun tiba-tiba, Ravii mengalami cedera di kakinya.
Ternyata cedera itu tidak membuatnya surut sama sekali.
Dengan tekadnya yang kuat ia tetap melanjutkan pertandingan.
"Aku sudah cukup senang kok bisa sampai pertandingan final." kata anggota team Ravii.
"Bisa mencuri angka dari Dava walaupun cuma sekali sudah puas kan. Jangan memaksakan dirimu Ravii." saran temannya.
"Cuma sekali saja. Kalau gag jadi juara 1, gak ada artinya." gumam Ravii.
"Ravii, padahal kakinya sedang cedera, tapi tetap bejuang mati-matian. Sampai sebegitunya!" gumam Ayumi kasihan.
"Tentang ku..." tukas Ayumi.
Setelah pertandingan selesai, Ravii dibawa ke ruang Kesehatan.
"30-10... Akhirnya kalah telak. Payah... Anak itu sekarang pasti sedang bertanding!? Kalau anak itu, pasti akan menang..."
Tiba-tiba...
"Ravii..."
"Aaahh..." dengan nada kaget.
"Lukanya bagaimana?" dari balik pintu ruang Kesehatan.
"Ayumi, apaan sih... Kamu menang?!"
"Kalah!!"
"Tapi gak apa-apa!!" lanjutnya.
"Haah!?"
"Karena jadi sama dengan Ravii..." teriaknya.
"Hei Ravii, entah sejak kapan, keberadaan mu menjadi nomor satu bagiku."
Besoknya di Lapangan indoor.
"Ravii..." Ayumi mengintip dari balik pintu.
"Wajahnya terlihat bersinar..."
"Aku dan Ravii memiliki perasaan yang sama. Berarti sama saja sepeti pacaran."
"Apa?!" Ravii menegurnya.
"Aah.. Ravii..."
"Pengganggu latihan. Sana cepat pulang!!"
"Ehh.... Lho aneh!!! Benar juga dia pasti malu!!!"
Ayumi menunggu Ravii hingga ia selesai latihan.
"Haii Ravii... Lihat sudah sore, jadi kupikir ingin pulang dengan mu saja."
"Ceria sekali kau..." ucapnya dingin.
"Rasanya Ravii jadi dingin."
"Kamu, jangan-jangan bersimpati kepadaku. Maaf. Tapi, aku tidak ingin dikasihani oleh mu..." 
"Makanya jangan mendekatiku lagi." ucapnya lanjut.
"Padahal kami saling menyukai."
"Sudah tidak ada yang menghalangi kami untuk menjadi sepasang kekasih."
Keesokan harinya.
"Ravii ayo makan bareng!" Ayumi menghampiri Ravii dengan membawa sebuah kotak makan yang ia buat sendiri. 
"Kamu gak dengar omongan ku yang kemarin?"
"Eh iya..."
"Apa yang harus aku lakukan untuk bisa menjadi pacar Ravii!? Aku gak akan kalah!"
"Ravii,, kubagi makanan ku yah..."
"Uuuhh.. Gak butuh... !!"
"Apa boleh buat, kukasih saja gorengan yang ku suka."
"Aku, suka telur goreng mu." pujinya memakan telur goreng buatan Ayumi dengan penuh kasih.
"Suka... A..Akuu juga..." gumamnya dalam hati.
"Te...Tentang Raviii... SUKA...!!" teriak Ayumi.
"Akhirnya ku katakan juga." lega Ayumi. 
Lho!! Ravii sama sekali tidak berekspresi.
Raviii!!!...
"Jangan ngomong suka dengan mudahnya! Apakah kamu bukancuma bermaksud menyenangkan hatiku!?"
"Aku gak butuh yang seperti itu!" lanjutnya. Lalu ia berlalu dari hadapan Ayumi.
"Kenapa!?" tanya Ayumi dalam hati.
"Tidak bisa tersampaikan perasaan ku pada Ravii"

"Perasaan ku... Apa yang harus kulakukan agar dapat tersampaikan pada Ravii!?"
Keesokan harinya...
Taktik yang akan digunakan Ayumi adalah Taktik memberi hadiah.
Karena sebelumnya Ravii senang menerimanya.
Ayumi pun membuat kue sebagai hadiahnya.
"Dengan menyerahkan ini, apakah perasaan ku dapat tersampaikan!?"
Ayumi menyelesaikan kue buatannya hingga pagi.
Pagi harinya, ia langsung bersiap-siap ke sekolah dan langsung menuju lapangan tempat Ravii biasanya latiha.
Ternyata, Ravii sudah berada disana dan sedang dikerumuni oleh siswi-siswi yang juga membawakannya hadiah.
"Ravii, terima juga punyaku!!"
"Gak mau! Kamu berikan saja pada kakak mu!"
Ravii pun lalu memalingkan wajahnya dari Ayumi.
"Punyaku gak mau di terima!"
Ayumi pun lalu duduk termenung di koridor sekolah seorang diri sambil termenung.
"Ravii, sepertinya sudha tidka menyukaiku lagi..."
"Ayumi... " sapa Dava.
"Ada apa?!" tanyanya lebih lanjut.
"Gak ada apa-apa kok!"
"Itu... Kamu sudah menyukai orang lain ya???"
"Ehhh...Ke..Kenapa???"
"Aku tahu kok!! Di banding waktu membuat kue untukku kau telihat lebih serius."
"Jangan menyerah yah!!" lanjut Dava memberi saran. 
"Perasaan mu pasti akan dapat tersampaikan pada Ravii!!"
"Iya kakak..."
"Eh,, kakak tahu darimana???"
Dava pun berlalu dan meninggalkan Ayumi sendirian.
"Benar juga kata kakak. Aku belum boleh menyerah. Perasaanku harus kusampaikan pada Ravii."
Ayumi kemudian menulis surat kepada Ravii, lalu menyelipkannya di loker Ravii.
Paginya, saat Ravii membuka lokernya, ia pun melihat surat yang dituliskan oleh Ayumi.

"Anak itu... Apa yang dia pikirkan?!"
Ternyata dalam isi surat itu, Ayumi menyuruh Ravii untuk menemuinya di taman, jika Ravii masih menyukainya.
Ayumi pun menunggu di taman seorang diri.
"Dia gak datang. Pasti karena masih main basket."
"Akan ku tunggu sebentar lagi. Pasti datang!"
Sudah hampi jam 5 sore, Ravi tak kunjung datang.
"Mungkin gak datang. Aku gak pernah tahu."
"Tenyata perasaan tak tersampaikan akan sesakit ini..."
"Padahal Ravii sudah menyampaikan perasaannya kepada ku. Aku juga ingin dapat menyampaikan perasaanku pada Ravii..."
Hujan pun turun.
Dan di saat yang bersamaan... Ravii pun datang...
"Kamuu... Benar...Benar bodoh!!! Yang namanya taman ada banyak!!! Sebutkan dengan jelas nama tamannya dong!!"
"Karena kecerobohanmu aku sampai harus mencarinya kemana-mana."
"Ravii kerepotan karena mencariku...Aku senang..."
"Suka...Suka...Suka...Suka...Suka..."
"Dasar kamu ini... Kan sudah ku bilang, jangan mengatakan SUKA dengan mudahnya!!"
"Bukan...Suka ku beda dengan suka terhadap telur goreng. Juga beda dengan rasa sukaku pada kakak. Aku bahkan sampai terpikirkan ingin terus bersamamu dan melakukan segalanya hanya bersamamu..."
"Begitulah rasa sukaku pada Ravii..."
"Terlalu memalukan sampai wajahku memerah. Ternyata menyatakan cinta rasanya seperti ini.... "
"Bodoh...Kelamaan tau!!!"
 Ravii pun memeluk Ayumi..
"Suhu badan Ravii panas sekali...Panas...!!!"
"Jangan-jangan kamu demam yah, Rav...???"
"Benar... Semuanya salah mu, karena pernyataan cintamu telat."
"Akhirnya kamu benar-benar mengatakan suka padaku..."
"Maafkan aku, Rav..."
"Bodoh, jangan dekat-dekat... Nanti ketularan!!!"
"Gak akan.!! Aku hanya ingin berada dekat Ravii!!!"
"Bodoh... Aku gak mau tahu loh, kalau sampai kamu ketularan!!!"
"Iyah.iyah!!"

Lalu Ravii pun mulai mendekatkan wajahnya ke arah Ayumi, semakin dekat dan dekat...
Dan semuanya diakhiri dengan sebuah Love Kissing.

**Happy Ending**